Jumat, 06 April 2012

Agar Kakak SAYANG Adik

Rasa sayang kepada adik tak muncul dengan sendirinya, tetapi perlu ditumbuhkan dan dilatih.
Ketika sang adik lahir, ada satu harapan bahwa si kakak akan menyayangi adiknya dengan sepenuh hati. Si kakak juga harus mengerti bahwa adiknya perlu diperlakukan secara “istimewa”. Tak heran, kita sering memaksa si kakak untuk mengalah, merelakan kita lebih fokus kepada adiknya, dan merelakan waktu kita dengannya berkurang.
Nyatanya, harapan itu sering tak terwujud. Si kakak bukannya menunjukkan sikap kasih sayang dan perhatian, eh malah memusuhi adiknya. Ia tak peduli kala adiknya menangis, butuh ditemani, bahkan si kakak sering menjahili adiknya dan ulah negatif lainnya. Mengapa demikian? Mari kita simak bersama penjelasan Dra. Retno Pudjiati Azhar dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, berikut ini.
BUKAN SALAH SI KAKAK
Tidak munculnya sikap kasih sayang dari si kakak kepada adiknya, bukanlah semata-mata kesalahan si kakak melainkan kitalah yang menjadi sumbernya. Mungkin kita terlalu menuntut tanggung jawab kepada si kakak secara berlebihan padahal usianya masih balita, menuntut anak untuk memahami bahwa kita sedang sibuk dengan adiknya, dan sebagainya.
Tentu saja hal ini tak bisa diterima anak karena pola pikirnya masih sangat terbatas dan masih melihat sesuatu dari sudut pandangnya sendiri. Dia masih ingin bebas tanpa harus terbebani dengan segala sesuatu, termasuk kehadiran adik barunya.
Mungkin juga sikap permusuhannya itu muncul karena cemburu. Dia beranggapan kalau kita lebih memihak adik dibanding dirinya. Apa-apa adik yang didahulukan, dipentingkan, lebih disayang, dan sebagainya. Karena kesal, dia pun tak peduli dengan adiknya sehingga terkesan tidak menyayangi si adik.
BERI PENGARAHAN
Untuk itu, kita perlu melakukan beberapa tindakan supaya si kakak lebih menyayangi adiknya. Kita perlu mempersiapkan mentalnya, melatihnya, juga memberi contoh baik kepada-nya. Bila hal ini bisa kita lakukan dengan baik, anak pun akan memahami kenapa dia harus menyayangi adiknya.
Seyogyanya, bila kita sudah melakukan persiapan, melatih, dan mengajari anak untuk sayang kepada adik, maka si kakak akan memiliki rasa sayang yang cukup baik. Namun demikian, tak mustahil bila kemudian si kakak tetap berperilaku yang kurang baik dan seakan dia tidak menyayangi adiknya, semisal berlaku kasar.
Bila memang kerap muncul perilaku negatif si kakak terhadap adik, bukan berarti pengarahan yang kita lakukan gagal. Tetapi kita harus memahami bahwa di usia ini egonya masih tinggi. Jadi, tak usah heran kalau terkadang si kakak menjambak rambut adiknya, tak mau menemaninya bermain, merebut mainan yang dipegang adik, dan sebagainya. Umumnya, dengan sedikit menanamkan kembali rasa kasih sayang, maka si kakak akan kembali menyayangi adiknya.
AYAH HARUS TERLIBAT
Lain hal bila si kakak terlalu sering menyakiti si adik, mungkin pengarahan yang kita berikan dahulu memang tak dapat diserap dengan baik oleh anak. Mungkin penyebabnya ketidaktepatan saat kita memberikan arahan atau mungkin si anak yang memiliki daya tangkap kurang baik seperti pada anak yang mengalami gangguan autis atau bisa juga karena anak memiliki sifat hiperaktif yang sulit untuk dikendalikan.
Sebaiknya, kita mengevaluasi, apakah memang kita kurang melakukan persiapan dan pelatihan atau mungkin faktornya dari si anak sendiri. Bila kurang pengarahan tentu kita harus melakukan pengarahan ulang dengan cara melibatkan anak dalam mengasuh adik, memberi penjelasan, mendongengi, melakukan pemantauan, dan sebagainya. Namun bila memang karena adanya gangguan pada diri anak, kita perlu kerja lebih keras dalam mengarahkan. Atau mungkin kita memang tak bisa meng-harap-kan si kakak untuk terlibat dalam mengasuh dan menyayangi adik.
Atau bisa saja hal ini terjadi karena kesalahan kita pada saat itu, misalnya tanpa sadar kita terlalu terfokus pada adik bayi sehingga lupa memerhatikan si kakak. Bila sang ayah pun ikut lupa, tak mustahil si kakak akan lebih berperilaku negatif. Sebaiknya, koreksi apakah sikap kita yang menjadi pemicunya. Bila ya, segera perbaiki kesalahan tersebut. Beri perhatian dengan porsi yang sama terhadap si kakak agar dia tidak berperilaku negatif.
Supaya terhindar dari masalah ini, diperlukan bantuan dan peran ayah. Bisa kan ketika si ibu mengurus bayi, maka ayah mengurus si kakak, mengajak bermain, memandikan, menyuapi makan, dan sebagainya. Umumnya, bila pembagian peran ini berjalan dengan baik, meskipun ibu sibuk dengan adik baru, si kakak tidak akan menampakkan kecemburuannya. Bahkan sikap kasih sayangnya kepada adik akan tumbuh dengan baik. Tetapi masalahnya, yang kerap terjadi justru ayah juga ikut “lupa” sama si kakak. Inilah yang membuat si kakak cemburu dan akan muncul rasa benci kepada adiknya.
5 CARA TUMBUHKAN KASIH SAYANG KAKAK
Agar si kakak sayang adik, inilah beberapa tindakan yang perlu dilakukan orangtua:
1. Siapkan mental anak.
Kita harus melakukannya sejak sang adik masih berada di kandungan. Bisa dimulai ketika usia kehamilan 4-5 bulan, saat perut ibu mulai membesar. “Lihat, ada adik kamu di dalam perut Mama!”, misal. Perkataan seperti ini bisa membuat si kakak lebih bersiap diri menerima kehadiran adiknya. Lalu di akhir kehamilan kita bisa mengajak si kakak melakukan persiapan menyambut kedatangan adik baru dengan mengenalkan baju-baju adik, memasukkannya ke dalam tas, mengelus perut ibu sambil mengajaknya ngobrol, dan sebagainya.
Ketika akan melahirkan, baik sekali bila kita melibatkan anak. Umpama, dengan menerangkan kalau kita akan ke rumah sakit untuk melahirkan adik, kemudian minta si kakak untuk berada di rumah sambil merapikan dan mempersiapkan kamar, membereskan pakaian bersama pengasuh, dan seterusnya. Selama kita berada di rumah sakit, pastikan si kakak tak merasa disingkirkan. Ajak ia menjenguk si adik dan perkenalkan kepadanya, “Ini dia adikmu, cantik ya seperti kakaknya!” Dengan demikian, si kakak akan merasa kalau ia sekarang sudah menjadi kakak, dan ia tidak merasa disingkirkan karena ikut dilibatkan dalam menyiapkan kedatangan adik.
2. Libatkan si kakak.
Banyak orangtua yang terlalu sibuk mengurus si adik sehingga sang kakak terlantar. Padahal sebelum adik lahir, si kakak selalu menjadi pusat perhatian. Hal inilah yang bisa memicu kebencian si kakak terhadap adiknya, “Huh, gara-gara adik, Mama dan Papa tidak sayang lagi sama aku!” Bila kebencian ini terus terpupuk, tak mustahil sampai dewasa dia akan terus membenci adiknya.
Meskipun si adik butuh perhatian besar, sebaiknya tak membuat kita lupa memerhatikan si kakak. Sebab, si kakak pun masih butuh perhatian yang besar dari kita. Jadi, jangan kurangi perhatian kepada si kakak, usahakan semuanya berjalan normal. Ketika kita harus memandikannya, menyuapinya makan, memakaikan baju, dan sebagainya, usahakan semuanya berjalan seperti semula.
Selain itu, libatkan pula si kakak dalam pengurusan sang adik. Contoh, mengajaknya mengasuh adik meskipun hanya menemani tidur, ikut menyanyikan lagu “Nina Bobok”, membelai, membantu mengambilkan popok, dan sebagainya. Sangat baik bila sebelumnya kita berbicara kepada si kakak tentang apa yang harus dilakukannya sebagai kakak. “Adik kan masih kecil, dia belum bisa ngapa-ngapain, jadi kita perlu menyayangi adik ya, Kak!”
Melibatkan si kakak dalam pengasuhan adik tak hanya pada saat si adik masih bayi, melainkan juga ketika si adik menginjak usia batita. Mungkin keterlibatan itu lebih ditingkatkan, dengan mengajaknya bermain, ikut melarang adik kalau merangkak terlalu jauh, dan lainnya.
3. Latihlah terus.
Setelah kasih sayang si kakak pada adiknya tumbuh, kita hendaknya tidak berhenti sampai di situ, melainkan terus memupuknya supaya semakin subur sebagaimana layaknya tanaman. Jadi, kita harus terus melatih dan menstimulasinya. Bisa lewat pemberian dongeng sebelum tidur. Pilihlah cerita yang mengajarkan nilai-nilai kasih sayang seorang kakak terhadap adik. Kemudian lakukan interaksi setelah bercerita, “Kasihan ya si adik dijahili terus sama kakaknya, si adik jadi sering menangis deh,” misalnya setelah kita menghabiskan salah satu cerita.
Dalam kegiatan sehari-hari pun kasih sayang harus terus dipupuk. Umpama, ketika adik menangis karena takut pada kucing, kita bisa minta si kakak untuk mengusirnya, “Kakak, kasihan tuh adik ketakutan, tolong usir kucingnya ya!” Atau, bisa juga dengan meminta si kakak untuk tidak bersikap kasar saat bermain, “Lo, kok adiknya dimarahin? Jangan dong. Adik kan harus disayang!”
4. Jalin kedekatan antara si kakak dan adiknya.
Tak kenal maka tak sayang, begitu bunyi pepatah. Meskipun si kakak sebenarnya sudah mengenal adiknya, namun sangat baik bila kita jalinkan kedekatan antara mereka berdua. Tak lain supaya si kakak lebih mengenal adiknya, sehingga rasa sayang muncul lebih kuat. Kedekatan bisa dijalin lewat bermain bersama, mandi bersama, makan bersama, dan seterusnya.
Sebaliknya, bila kita terus-menerus melarang si kakak, malah akan membuatnya bertindak lebih destruktif. Mungkin saja saat itu dia berpikir kalau mamanya lebih memerhatikan si adik sehingga muncul kecemburuan. Bila demikian akan muncul rasa benci dari si kakak sehingga dia akan mencari kesempatan untuk menjahili adiknya sebagai bentuk luapan emosinya.
5. Beri contoh yang benar.
Anak usia ini sering kali belum bisa memahami hal yang abstrak seperti apa itu kasih sayang. Untuk itu kita harus sering-sering memberi contoh yang benar, bagaimana mengungkapkan rasa sayang kepada adik. Misal, mencontohkan bagaimana cara membelai, mencium pipinya, tidak memukul atau mencubitnya, dan sebagainya. Contoh ini perlu sering diberikan mengingat anak balita mudah lupa. Jadi setiap kali kakak berdekatan dengan adiknya, kita ajari dia untuk melakukan tindakan-tindakan kasih sayang. Tentu, hal ini pun tak perlu dilakukan secara berlebihan, sewajarnya saja, supaya anak tidak bosan.
Irfan Hasuki . Foto: Ferdi/nakita
“Waduh, Mulai Bohong YA!
Umumnya karena anak takut mendapat hukuman dari orangtua.
Ih gemes deh kalau tahu si kecil mulai pintar mengarang alasan. Itu, kan, sama saja berbohong. Kalau keterusan bagaimana? Memang sih, bohongnya anak balita berbeda dari bohongnya anak yang lebih besar. Sampai usia 7 tahun, anak belum bisa merancang kebohongan dalam arti sesungguhnya. Di atas 7 tahun, kebohongan yang dilakukan memang dengan tujuan mengambil keuntungan.
Meski begitu, bukan berarti kebohongan di usia prasekolah boleh dibiarkan. Bagaimanapun, sejak dini perlu ditanamkan pemahaman tentang mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan, mana yang benar dan salah. Termasuk bahwa berbohong itu tidak benar.
PERTAHANAN DIRI
Umumnya, anak berbohong sebagai salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri. Anak takut mendapat hukuman dari orang dewasa (orangtua), sehingga dicarilah alasan untuk menutupi keadaan yang sebenarnya. Misal, anak tak mau minum susu. Saat ditanya, ia bilang sudah minum susu. Padahal susu itu tidak diminumnya, melainkan dibuang ke tempat cuci piring. Nah, si anak berbohong karena takut dimarahi orangtuanya.
Biasanya hal ini terjadi pada anak yang orangtuanya banyak memberlakukan larangan/aturan. Kemampuan anak kecil untuk mengingat perintah dan larangan sangat terbatas. Akibatnya, banyak pula aturan/larangan yang dilanggarnya.
Tentu saja, pelanggaran sebaiknya jangan dibiarkan tanpa teguran serta penjelasan yang semestinya. Bisa jadi, si anak akan mengulangi perbuatan itu lagi. Ia mulai belajar, bahwa berbohong dapat menyelamatkan dirinya dari amarah ibu. Kalau dibiarkan bisa timbul anggapan bahwa berbohong adalah perbuatan wajar. Inilah yang patut mendapat perhatian orangtua.
BOHONG FANTASI
Selain itu, di usia prasekolah juga kerap terjadi bohong fantasi. Anak menceritakan sesuatu yang tidak sesuai dengan fakta atau kondisi sebenarnya, dan kerap dilebih-lebihkan serta berbumbu cerita khayal. Sumber cerita khayalnya dapat berasal dari buku cerita, dongeng, tontonan yang disukai atau tokoh-tokoh kartun yang menjadi favorit si prasekolah. Meski tak jarang pula berasal dari alam khayalnya sendiri.
Tip & Trik MENGATASI KEBOHONGAN ANAK
* Tanamkan pengertian pada anak untuk bercerita apa adanya.
Umpama, si kecil bercerita kepada teman-temannya bahwa kemarin ia pergi menyelam dan melihat ikan nemo, padahal kita mengajaknya pergi berenang di kolam renang. Nah, katakan kepada si kecil, “Kalau Kakak cerita pergi menyelam, itu tidak benar. Kemarin kita hanya berenang di kolam renang. Tapi berenang juga mengasyikkan, lo.” Dengan begitu si anak menyadari bahwa berenang juga tak kalah menyenangkan dengan menyelam.
* Arahkan mana yang fakta/realitas dan khayalan.
Caranya, masuklah ke alam khayal anak. Dari situ barulah kita mampu menarik si kecil ke dunia realita. Misal, saat menonton film kartun di teve, kita bisa bilang, “Hantunya cuma buatan, kok. Adanya juga cuma di film.” Atau ajak si kecil berdialog, “Menurut Kakak, hantu itu ada enggak, ya?” Dengan begitu, kita sekaligus mengasah kemampuan berpikir si prasekolah.
* Hindari memberikan banyak aturan.
Banyaknya larangan/aturan hanya membuat anak merasa terkekang. Tambahan lagi kemampuan mengingatnya masih terbatas. Akibatnya, anak jadi lebih banyak melanggar aturan. Sebaiknya aturan dibuat berdasarkan kesepakatan antara orangtua dan anak.
* Jadilah model yang baik.
Baginya orangtua adalah sosok yang hebat. Jadi, segala hal yang dilakukan oleh orangtuanya dapat ditiru, baik ucapan maupun perilaku. Terkadang, tanpa disadari orangtua berbohong. Contoh, anak mendengar ibunya menambah-nambahi cerita. Apalagi jika orang lain yang diajak bicara ternyata memberikan respons positif. Akibatnya, si prasekolah berpikiran, kalau ingin menarik perhatian orang lain harus dengan membuat cerita yang dilebih-lebihkan. Jadilah ia membual.
* Tutup kemungkinan untuk berbohong atau ingkar.
Contoh, anak tidak mengakui telah menjatuhkan gelas. Bisa jadi ia memang tidak merasa menjatuhkan atau memang sengaja mengingkari. Tugas orangtua adalah menyampaikan/memberitahukan fakta, bahwa gelas tersebut jatuh karena tersenggol tangannya saat ia berlari, misal.
Bicarakan dari hati ke hati mengenai perbuatannya itu beserta konsekuensi dan alasannya. Bila anak berkata jujur, jangan lupa untuk memberikan pujian sehingga anak tidak merasa bersalah.
* Beri sanksi.
Bila kita sudah berupaya memberikan pemahaman kepada anak tentang perilaku yang dapat diterima, namun si kecil kembali berbohong maka dapat saja diberikan sanksi. Pemberian sanksi harus segera setelah kejadian sehingga akan memudahkan daya ingat si anak. Namun sanksinya harus yang realistis dan mendidik, semisal tidak mengizinkannya menonton acara teve kegemarannya. Dengan adanya sanksi, diharapkan anak tak akan mengulangi perbuatannya itu lagi.
* Berikan ruang kepada anak untuk berkata jujur.
Beri kesempatan pada anak untuk mengatakan sejujurnya pendapatnya atau perasaan yang dirasakan. Cobalah untuk mendengarkan dengan baik, berikan komentar yang semestinya dan tidak memojokkan. Dengan cara ini, anak akan merasa didengar dan tidak takut untuk bicara jujur.
* Berikan pujian kala berlaku baik.
Saat anak menunjukkan kelakuan yang baik, berikan pujian atau penghargaan sehingga anak akan terdorong untuk melakukan perbuatan baik lagi.
* Evaluasi kualitas hubungan saat ini.
Bisa jadi anak berbohong demi mendapatkan perhatian dari orangtuanya. Sebab sering kali fantasi yang diungkapkan anak tak sekadar hasil olahannya, tapi juga bisa karena anak mencari perhatian. Nah, dengan mendengarkan aktif obrolan si prasekolah, orang tua jadi bisa tahu apa sebenarnya yang tersembunyi di balik khayalan si kecil.
Selain itu, evaluasi pula sanksi yang diterapkan kepada anak. Bisa jadi anak berbohong karena menghindari dari hukuman yang dirasa menakutkan atau berat dari orangtuanya.
AKAL-AKALAN (TRICKY)
Anak usia 3-5 tahun memang tidak langsung bisa melakukan tindakan manipulatif. Umumnya, awalnya anak tidak menyadari itu. Artinya, ia tidak sengaja melakukan hal itu. Namun, anak lama kelamaan belajar dari kejadian tersebut, bahwa apa yang dilakukan ternyata dapat mengubah suatu keadaan menjadi keadaan yang diinginkan. Sejak anak menyadari bahwa dirinya dapat mengubah keadaan seperti yang dia inginkan, saat itulah awalnya anak menyadari untuk melakukan tindakan manipulatif tersebut.
Cara mengatasinya, hendaknya orangtua mampu bersikap konsisten saat telah menetapkan aturan tertentu. Contoh, orangtua telah menetapkan aturan bahwa waktu membeli mainan adalah hari Sabtu. Nah, saat anak merengek minta dibelikan mainan pada hari Rabu, hendaknya tidak dipenuhi. Bila aturan ini dilanggar oleh orangtua, maka anak akan mencoba untuk melakukan lagi. Selanjutnya menjadikan salah satu cara untuk melakukan tindakan manipulatif.

Tidak ada komentar: